Sabtu, 08 Agustus 2015

Menabung Prosa buat FPM

Ceritanya sedang pengen istiqomah nulis tapi apadaya baru segini udah ketemu seabreg alasan yang membuat stop sementara :(

(1)

Jaga hatinya

Perempuan adalah lautan rahasia yang harus rapih menyimpan rasa. Jagalah ia jangan sampai perempuanmu menangis dihadapan orang lain. Jangan sampai engkau biarkan tangisannya terus mengalir dan tak sadar bahwa kau sendiri yang membiarkannya semakin rapuh.

Menjaga perempuanmu artinya kau jangan memicu emosinya. Pun sampai saatnya perempuanmu membutuhkan curahan hatinya, maka terimalah ia. Temukan tanpa harus banyak pertanyaan. Sedikit kata manis terkadang menenangkan hatinya.

Bosan letih dan semua kehampaan yang ia rasakan seharusnya kau rasakan jua. Sedikit memberinya jeda, pegang tangannya dan sebentar menikmati wetime untuk mengembalikan hatinya. Karena perempuan bukan hanya pelampiasmu saja. Karena perempuan harus dijaga!

-***-

(2)

Si Manisku sayang

Si manisku kembali merajuk. Meminta haknya kembali. ASI. Ya, minuman sempurna itu selalu dinantinya. Selepas kaki ini dari ‘baju’nya langsung saja mereka menghampiriku.

Si manisku kembali melendot manja. Mengharap iba setetes air dari ibunda tercinta. Merecharge energinya untuk kembali merangkak menghadapi kehidupan.

Si manisku kembali membalas tatapanku dengan tatapan lembutnya. Sebentar saja Ibu, kutahu engkau tengah bergelut dengan amanah-amanah itu. Aku tahu Bu.. Hanya sebentar… kurindu pelukanmu…

-***-

(3)

Kebebasan

Kau tahu arti kebebasan itu, hai diri yang dhoif? Saat kau tatap burung yang dengan tenangnya terbang di angkasa. Saat tawa anak-anak memecah keheningan hatimu. Saat teriakan manja si kakak membangunkan tidur nyenyakmu. Itukah kebebasan yang kau maksud, hai jiwa yang acap lalai?

Kebebasan yang menyeruap di sepanjang kehidupanmu saat kau bebas menghamba pada Alloh. Ketika kau bebas berjam-jam menangis dalam sujud di kesunyian pagi. Ketika tak seorangpun sanggup menghalangimu untuk terus berdzikir menikmati anugerahNya.

Kebebasan yang mungkin sangat sederhana tak dapat dielakkan oleh sebiji zarrahpun. Kebebasan untuk mencintai Alloh di kala lapang maupun sempit…

-***-

(4)

Dokumen PBDT vs Al Qur’an

Hai Tika… Terimakasih sudah mau menyentuhku hari ini. Terimakasih akhirnya sedikit demi sedikit tumpukanku tak bersisa di mejamu. Selembar demi selembar kami meninggalkan mejamu. Terimakasih…

Tapi tunggu! Tengoklah di balik laci di bawah mejamu itu. Ada seonggok bercover pink yang memanggil-manggilmu setiap waktu. Liriklah sejenak apa yang ada didalamnya. Bacalah dengan keteduhan hatimu. Pahami dan renungkanlah Tika…

Ia merindukanmu. Kapan saat kau bersama mencari kebenaran dengan melafazkan isinya, mencari terjemahan dan tafsir untuk membantumu. Kapan saat lingkaran itu mampu membuatmu seoalah-olah dirasuki oleh kenikmatan zikir kepada Alloh. Kapan saat kau lebih mengutamakan buku bercover pink itu dibandingkan dengan tumpukan-tumpukan kami…

-***-

(5)

Percaya

Sulitnya mewujudkan satu kata itu. Kepercayaan memang hal yang mahal bagiku. Apa mungkin karena masa laluku? Betapa sulitnya mendapatkan kepercayaan untuk bisa melakukan sesuatu sekehendakku. Ya, itu aku dulu. Aku tidak lari dari kenyataan. Kenyataan yang membuatku semakin sulit untuk bisa memberikan kepercayaan pada orang lain.

Bukan pula aku tak pernah mendapatkan kepercayaan. 5 tahun mengarungi kehidupan di ibukota bukanlah sebuah kepercayaan kecil. Dan aku mendapatkannya.

Lalu biduk pernikahanku kini. Bukankah itu berarti aku sudah mempercayakan hidupku padanya? Dan sebaliknya ibu bapak memberiku kepercayaan untuk lebih mandiri dari sebelumnya? Naif memang, karena saat kau sulit member kepercayaan maka hidupmu akan penuh dengan ketakutan.

-***-

(6)

Baiti Jannati

Sebutir embun menetesi ujung kuku jempol kakiku pagi ini. Kesejukkan merasukiku. Sembari kupandangi wajah-wajah syurgawi itu. Mereka masih asyik dengan mimpinya masing-masing. Dari balik jendela kulihat lelap tidur mereka. Dan embun masih menemaniku..

Sehelai daun kering terbang tertiup angin lembut. Menghempas kedinginan pagi yang merasuk hingga ke tulang. Dari balik bilik yang lain, kutemukan sosok tangguh yang telah bersedia menampung keluh kesahku selama ini. Sosok sholeh yang setia memberikan bahunya untuk bersandar. Sosok yang dengan ikhlas menjalani lika liku kehidupan bersamaku.

Kucium bau hempasan debu yang tersiram rintik hujan beberapa jam yang lalu. Rasanya nikmat sekali. Sembari kutarik napas panjang membiarkan udara memenuhi paru-paruku. Bersama dengan ucap syukur atas karunia ini… Baiti Jannati…

(all by Aifa Taqiya 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...